REKRUTMEN POLITIK DI NEGARA INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Akhir-akhir ini kita dihebohkan oleh berita penggunaan gelar akademik (pendidikan tinggi) palsu mulai dari S0 sampai dengan S3 bahkan Profesor di kalangan elit politik (politisi), birokrat sipil, pejabat politik, kalangan militer, kepolisian, pemuka agama bahkan sampai pula pada para artis beken di negeri ini dari pusat sampai ke daerah. Pendek kata hampir kebanyakan lapisan dan level kehidupan seakan-akan terasa demam jika tidak mempunyai atau ada embel-embel gelar akademik tanpa mempertimbangkan legalitas, proses dan kualitasnya.
Kemudian hal ini berlanjut pada banyaknya pemilihan artis sebagai calon anggota dewan atau pimpinan daerah. Hal ini menjadi cerminan bagi kondisi politik di Indonesia. Jangan sampai, artis yang dikendarai oleh salah satu parpol hanya menunjukkan suatu popularitas tertentu tanpa memperhatikan aspek integritas, kualitas, maupun kredibilitasnya.
Perilaku kriminal (crime action) yang dipertontonkan para penyelenggara negara (di pusat maupun daerah) yang tetap berjaya hingga kini dan mereka menenggelamkan bangsa ini dari keberadaban suatu bangsa. Tentunya hal ini tidak terlepas dari sistem dan proses rekrutmen politik selama ini. Peraturan perundangan yang tidak mendukung terjadinya pemerintahan yang bersih, sudah pasti akan menghasilkan para aktor publik (penyelenggara negara) yang buruk dan kriminal.
Misalnya sistim Pemilu sejak pemilu tahun 1999 hingga pemilu tahun 2009 yang lalu, telah menghasilkan wakil rakyat yang tidak bertanggung-jawab atau tidak mempedulikan rakyat (konstituennya), karena mereka lebih mengutamakan dan mengabdi kepada DPP (partainya). Praktek demikian sangat mudah dijumpai pada pelbagai proses politik, baik ketika DPRD mengesahkan APBD, menerima LPJ kepala daerah, memilih Gubernur/Bupati/Walikota maupun ketika DPR mengesahkan UU. Mereka berperilaku seperti ini, karena: 1) pada saat sistem pemilu proporsional tertutup, rakyat tidak memilih orang, tetapi hanya memilih tanda gambar partai; 2) celakanya ketika rakyat sudah memilih orang kejadian ini masih berlanjut, karena UU-nya memang tidak mengatur dan menyatakan secara tegas tentang  pertanggung-jawaban DPR atau Kepala Daerah itu kepada rakyat. DPR/DRPD mempertanggung-jawabkan tugas-tugasnya melalui mekanisme internal lembaganya sendiri, sementara Kepala Daerah mempertanggungjawabkan tugasnya (kebijakannya) kepada pemerintah pusat.(sumber informasi)
Proses rekrutmen akan menjadi lebih demokratis dan terbuka, ketika ada perubahan Undang-Undang baik secara substansi maupun sistimnya kearah yang lebih baik. Sekarang ini proses rekrutmen pejabat publik (pemilihan kepala daerah) sudah  dilakukan dengan pemilihan langsung oleh rakyat, sehingga akan memperoleh pejabat publik yang lebih berkualitas, aspiratif dan representatif dibanding selama ini yang selalu menimbulkan konflik berkepanjangan setelahnya. Oleh sebab itu persyaratan yang lebih ketat dalam penentuan calon pejabat publik (kepala daerah) sebagai penyelenggara pemerintahan menjadi sangat strategis dalam proses rekrutmennya.
Dalam kaitannya dengan rekrutmen pejabat publik yang sedang dan akan terus-menerus berlangsung, maka sangat mendesak untuk mengubah paradigma penilaian kualitas SDM calon aktor publik (pasangan kepala daerah) tersebut, dari yang selama ini selalu menggunakan indikator “topeng” (gelar akademik, jabatan publik dan kekayaan) diganti dengan indikator “kinerja” atau trade record. Caranya dengan melihat kua­litas manusia secara hakiki dan lebih substantif, seperti hasil  karya, prestasi di masyarakat, sikap dan perilakunya selama ini. Apalagi dalam sistim perpolitikan saat ini yang telah membuka peluang adanya pemilihan pejabat publik secara langsung oleh rakyat (pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota dll), maka penilaian kualitas calon pejabat publik dengan indikator “kinerja” akan lebih tepat dibanding paradigma indikator “to­peng” yang selama ini telah dianut oleh masya­rakat.
Jika pengubahan paradigma ini dapat berlangsung dan berkembang di masyarakat maka sebagian besar problem sosial (bobroknya pranata kehidupan masyarakat) akan dapat teratasi. Misalnya akan berkurangnya kebiasaan-kebiasaan yang ada seperti: pemalsuan ijazah, menyuap masuk perguruan tinggi, kebiasaan nyontek di sekolahan, membocorkan soal ujian sekolah maupun tes pegawai, nyogok untuk naik jabatan, nyogok hakim agar bebas jeratan hukum, melanggar lalu lintas, kebiasaan suap atau nembak untuk mendapatkan SIM, money politics pada pemilihan pejabat publik dan sejenisnya. Terbukanya peluang akan menghilangkan atau atau paling tidak mampu mengurangi “budaya” culas akibat berkembangnya indikator “kinerja”, dan akhir muaranya adalah rakyat akan menjadi tidak “silau” lagi dengan gemerlapnya harta, jabatan maupun gelar akademik seseorang (karena ketiga indikator tersebut bukan lagi dianggap sebagai ukuran kualitas seseorang). Sebaliknya masyarakat akan menjadi kagum dan menaruh hormat tinggi kepada orang yang berprestasi (apalagi jika prestasinya setara peraih Nobel) dan berperilaku luhur dalam keseharian hidupnya, khususnya dalam domain urusan publik.
Perubahan paradigma ini dapat juga dikatakan sebagai “revolusi budaya” atau “revitalisasi”, yang akan lebih strategis jika dimulai dari tingkat warga berupa gelombang besar gerakan rakyat bersama-sama dari seluruh elemen, sehingga aktor rekayasa sosial yang selama ini dimonopoli penguasa, berubah menjadi rakyat sebagai pelaku utamanya (sebagai aktor kuncinya).

1.2  Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat penulis rumuskan permasalahan yaitu bagaimana bentuk rekruitmen politik di Negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rekruitmen Politik
Cheng Prudjung(chengxplore.blogspot.com), rekruitmen politik adalah suatu proses seleksi anggota-aggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan administratif maupun politik. Dalam pengertian lain, rekrutmen politik merupakan fungsi penyelekksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu dan sebagainya.
Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur rekrutmen yang berbeda. Anggota kelompok yang direkrut adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan politik. Setiap partai juga memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pada referensi yang lain, kita bisa menemukan definisi atau pengertia rekrutmen politik yang lebih memperhatikan sudut pandang fungsionalnya, yaitu “The process by which citizens are selected for involvement in politics”. Pengertian tersebut di atas menjelaskan bahwa rekrutmen politik adalah proses yang melibatkan warga negara dalam politik.
Di Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administrative, penelitian khusus yanitu menyangkut kesetiaaan pada ideology Negara.
Adapun bahwa beberapa pilihan partai politik dalam proses rekrutmen politik adalah sebagai berikut;
  1. Partisan, yaitu merupakan pendukung yang kuat, loyalitas tinggi terhadap partai sehingga bisa direkrut untuk menduduki jabatan strategis. 
  2. Compartmentalization, merupakan proses rekrutmen yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan pengalaman organisasi atau kegiatan sosial politik seseorang, misalnya aktivis LSM. 
  3. Immediate survival, yaitu proses rekrutmen yang dilakukan oleh otoritas pemimpin partai tanpa memperhatikan kemampuan orang-orang yang akan direkrut. 
  4. Civil service reform, merupakan proses rekrutmen berdasarkan kemampuan dan loyalitas seorang calon sehingga bisa mendapatkan kedudukan lebih penting atau lebih tinggi. 
Ada beberapa hal menurut Czudnowski, yang dapat menentukan terpilihnya seseorang dalam lembaga legislatif, sebagaimana berikut;
  1. Social background : Faktor ini berhubungan dengan pengaruh status sosial dan ekonomi keluarga, dimana seorang calon elit dibesarkan. 
  2. Political socialization : Merupakan suatu proses yang menyebabkan seorang menjadi terbiasa dengan tugas-tugas yang harus diilaksanakan oleh suatu kedudukan politik. 
  3. Initial political activity : Faktor ini menunjuk kepada aktivitas atau pengalaman politik calon elit selama ini. 
  4. Apprenticeship : Faktor ini menunjuk langsung kepada proses “magang” dari calon elit ke elit yang lain yang sedang menduduki jabatan yang diincar oleh calon elit. 
  5. Occupational variables : Calon elit dilihat pengalaman kerjanyadalam lembaga formal yang bisa saja tidak berhubungan dengan politik, kapasitas intelektual dalam kualitas kerjanya. 
  6. Motivations : Orang akan termotivasi untuk aktif dalam kegiatan politik karena dua hal yaitu harapan dan orientasi mereka terhadap isu-isu politik. Selection : Faktor ini menunjukkan pada mekanisme politik yaitu rekrutmen terbukan dan rekrutmen tertutup.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan rekruitmen politik
                  Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan rekruitmen politik adalah (Marniati, 2009) :
1.        Factor pertama, ini bukan mempertanyakan atau membahas siapa yang akan menjadi bakal calon pemimpin untuk negeri ini kedepanya melainkan lebih menekankan terhadap:persoalan disekitar politik,kekuasaan rill dan berada disuatu historis.
2.        “Persoalan disekitar politik” berarti setiap calon-calon pemimpin yang akan dipilih harus mampu mengoptimasasikan segala tenaga dan upaya nya untuk menyeimbangknan segala polemik-polemik yang sedang terjadi dinegara ini untuk dipersempit dampaknya.Sehingga iming-iming tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat luas untuk memilihnya sebagai calon pemimpin kedepanya. Kekuasaan rill” berarti seorang calon pemimpin harus memiliki teknik yang tersimpan didalam konsep pikiranya untuk dikembangkan ketika telah menjadi pemimpin.Konsep tersebut berisi suatu cara bagimana mempengaruhi masyarakat luas sehingga mampu dipercaya untuk memimpin dalam periode yang lama dan abadi.
3.        Unsur yang terakhir adalah “berada dalam suatu historis” artinya setiap pemimpin otomatis menginginkan nama  dan jasa-jasanya selalu terekam dalam benak pikiran masyarakat dan setiap calon pemimpin harus mampu merangkai konsep tersebut sebelum dirinya terpilih menjadi pemimpin.
4.        Rekruitmen politik memiliki suatu pola-pola dalam konsepnya.Apabila kita menkaji pola-pola tersebut maka kita akan mnegetahui bahwa system nilai,perbedaan derajat,serta basis dan stratifikasi sosial terkandung didalam rekruitmen politik.Hal ini berarti rekruitmen politik mampu membangkitkan gap-gap didalam masyarakat dalam tingkatan-tingkatan peran masyarakat.Gap-gap ini berpengaruh besar dalam hubungan antar masyarakat.
5.        Pola-pola rekruitmen politik ini secara tidak disengaja menjadi indikator yang cukup penting untuk melihat pembangunan dan perubahan suatu negara.Didalam pola-pola ini memiliki keterkaitan antara rekruitmen dan perekonomian suatu negara mampu menkaji pergeseran ekonomi masyarakat,infrastruktur politik,serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.Artinya pemimpin-pemimpin yang baru akan membentuk kebijakan-kebijakan terbarunya yang mengarah demi kemajuan negaranya serta factor politik menciptakan terjadinya iklim politik yang cukup mempengarauhi pergerakan ekonomi suatu Negara didalamnya.
Selanjutnya didalam proses rekruitmen politik kita akan mengenal beberapa prosedur-prosedur yang berlaku untuk mendapatkan suatu peran politik berupa:
1.      Pemilihan umum
Seluruh masyarakat Indonesia setiap 5 tahun sekali melaksanakan pemilihan umum yaitu kegiatan rakyat dalam memilih orang atau sekelompok orang untuk menjadi pemimpin bagi rakyatnya,pemimpin Negara,atau pemimpin didalam pemerintahan dan merupakan mekanisme politik untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan warga Negara dalam proses memilih sebgaian rakyatnya menjadi pemimpin didalam pemerintahan.
2.      Ujian
3.      Training formal
4.      Sistem giliran

Sedangkan menurut teori Almond dan Powell prosedur prosedur rekruitmen politik terbagi dalam dua bagian yaitu:
1.        Prosedur tertutup:artinya rekruitmen dilakukan oleh elit partai yang memiliki kekuasaan untuk memilih siapa saja calon-calon yang dianggap layak diberikan jabatan berdasarkan skill dan kapasitas yang dimilikinya untuk memimpin.Sehingga prosedur ini dianggap prosedur tertutup karna hanya ditentukan oleh segelintir orang
2.        Prosedur terbuka:artinya setiap masyarakat berhak untuk memilih siapa saja yang bakal menjadi calon pemimpin didalam negaranya serta pengumuman hasil pemenang dari kompetisi tersebut dilaksankan secara terbuka,  dan terang-terangan.

Didalam rekruitmen politik juga dikenal istilah jalur-jalur politik yang perlu kita ketahui secara luas kajian-kajianya antara lain (http://y0645.wordpress.com/2009/07/26/pengertian-budaya-politik/):
1.        Jalur koalisi partai atau pimpinan-pimpinan partai artinya koalisi-koalisi partai merupakan bagian terpenting didalam rekruitmen politik karena sebagian besar kesepakatan dan pengangkatan politik di adopsi dari hasil koalisi-kolisi antar partai yang berperan dalam suatu lingkup politik.Artinya rekruitmen politik tidak terlepas dari peranan koalisi partai.
2.        Jalur rekruitmen berdasarkan kemempuan-kemampuan dari kelompok atau individu artinya jalur ini menjadi kriteria dasar dalam perekrutan seseorang karena dinilai dari berbagai segi yaitu kriteria-kritreia tertentu,distribusi-distribusi kekuasaan,bakat-bakat yang terdapat didalam masyarakat,langsung tidak langsung menguntungkan partai politik. Semua factor-faktor tersebut perlu kita kaji dan fahami karena tidak mudah untuk menjadi seorang pemimpin. Kita harus mempunyai skill, kecakapan, keahlian untuk terjun ke dalam dunia politik. Karena dunia politik merupakan dunia yang keras penuh persaingan taktik dan teknik. Bukan sembarang orang mampu direkrut untuk masuk kedalam dunia politik.Orang-orang tersebut terpilih karena memang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang dianggap mampu menguntungkan negara maupun memberi keuntungan parta-partai tertentu.
3.        Jalur rekruitmen berdasarkan kaderisasi artinya setiap kelompok-kelompok partai harus menyeleksi dan mempersiapkan anggota-anggotanya yang dianggap mampu dan cakap dalam mendapatkan jabatan-jabatan politik yang lebih tinggi jenjangya serta mampu membawa/memobilisasi partai-partai politiknya sehingga memberi pengaruh besar dikalangan masyarakat.Hal ini menjadi salah satu tujuan dari terbentuknya suatu partai politik yang perlu kita ketahui.Seperti yang terangkum didalam teori Almond dan G.Bigham powell menjelaskan “rekruitmen politik tergantung pula terhadap proses penseleksian didalam partai politik itu sendiri”.Jadi kesimpulanya setiap individu harus mempunyai skill yang mampu diperjualbelikan sehingga mampu menempati jabatan-jabatan penting suatu negara.
4.        Jalur rekruitmen politik berdasarkan ikatan promodial. Dizaman modern ini jalur rekruitmen promodial tidak menutup kemungkinan terjadi didunia politik.Fenomenal itu terjadi karena adanya hubungan kekerabatan yang dekat antara orang perorangan yang memiliki jabatan politik sehingga ia mampu memindahtangankan atau memberi jabatn tersebut kepada kerabat terdekatnya yang dianggap mampu dan cakap dalam mengemban tugas kenegaraan.Fenomena ini dikenal dengan nama “rekruitmen politik berdasarkan ikatan promodial”. Contoh jalur rekruitmen politik berdasarkan ikatan promodial: seorang raja ketika wafat akan menyerahkan segala kekuasaanya kepada anak-anaknya,kekuasaan yang diberikan kepada keluarga besan,ketika perkawinan menantu lelaki yang diberi jabatan penting oleh mertuanya,karena memiliki persamaan marga atau suku seseorang mendapat jabatn dari sesame marga atau sukunya. Fenomenal ini sering terjadi dan dikenal pula dengan istilah “system politik monarki” namun kekuasaan ini perkembanganya hanya disekitar kalangan-kalangan keluarga dan tidak meluas ataupun merata pembagian kekuasaanya.Hanya kelompok minoritas atau orang-orang penting yang dapat memperoleh jabatan politik didalam suatu system monarki seperti ini namun penulis lebih menyukai dan cenderung pada system politik yang demokratis karena pembagian kekuasaan cenderung lebih merarta sesuai dengan pancasila sila ke-2 “kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Disini akan kami jelaskan mengapa fenomenal-fenomenal system pemerintahan yang momnarki itu terbentuk:
1.        Hal itu memang alamiah terjadi dan menjadi ciri utama dari setiap sistem artinya seorang pemimpin lebih mempercayai anggota keluarganya atau keturunanya untuk melenjutkan kekuasaan karena menjadi orang terdekat dalam interaksi sehari-hari dibanding orang-orang luar yang belum tentu menguntungkan bagi pihaknya.
2.        Sistem politik ini  menunjukan bahwa stratifikasi social memng hidup dan berkembang didalam masyarakat. Stratifikasi didalam monarki tersebut masih memiliki keterkaitan dengan oligarki-oligarki,kaum elit,dan kelas-kelas. Kerasya dunia persaingan dan tingkatan-tingkatan dalam politik menuntut kita harus mampu menguasai teknik-teknik dalam berpolitik.

Selanjutnya materi yang perlu kita kaji adalah pentingya mengetahui pembagian jabatan didalam politik yaitu:
1.      Jabatan politik artinya jabatan yang diperoleh sebagai dari hasil pemilihan rakyatnya atau yang ditunjuk langsung oleh pemerintah dan dikenal sebagai seorang “politikus”.Masa jabatanya hanya dua kali periode.
2.      Jabatan administratif artinya jabatan yang diperoleh secara manual melalui tahap-tahap pendidikan dan pelamaran kerja.Jabatan ini dianggap pasti dan mampu mampu menjamin hidup para “administrator” karena masa jabatanya berlangsung lama.Para administrator ini dikenal sebagai atribut negara karena menjadi indikator pelengkap dan pendukung dalam membantu tugas para politikus.

Perlu ada penyelidikan lebih lanjut didalam suatu birokrasi negara karena:
1.    Adanya pandangan kabur antara politikus dan administrator didalam masyarakat.Hampir sebagian masyarakat menganggap bahwa politikus dan administrator mengemban tugas dan jabatan yang sama.Hal ini menjadi pandangan yang salah yang perlu dikaji secara lebih luas sehingga kami menerangkan pngertianya seperti yang terangkum diatas.Bahkan di sejumlah sistem-sistem politik didunia berusaha untuk memisahkan pengertian antara jabatan politik dan administratif dengan cara melembagakan doktrin “netralitas politik” bagi para administrator.
2.    Di Inggris ,pegawai-pegawai politik direkrut melalui badan politik yang netral.Sedangkan di Amerika Serikat partai yang berkuasa mengadakan perubahan personil secara ekstensif pada eselon yang lebih tinggi dari dinas sipil waktu memulai pemerintahan,meliputi perluasan pengawasan partai secara langsung terhadap jabatan administratif.Politikus dapat berganti-ganti setiap periode tetapi administrator tetap pada posisinya.
3.    Perbedaan pengertian antara jabatan administratif dan jabatan politik akan semakin kabur apabila kita memandang dari segi “periphery”( batas luar) menuju pusat sistem politik.Mengapa hal ini bias terjadi?karena segala kegiatan-kegiatan politk administrasinya dikelola para administrator maka keduanya saling berkesinambungan dan tidak dapat terlepas satu sama lain,
Sistem perekrutan politik terdiri dari beberapa cara yaitu:
1.    Seleksi pemilihan melalui ujian.
2.    Latihan(training) Kedua hal tersebut menjadi indicator utama didalm perekrutan politik.
3.    Penyortiran atau penarikan undian(cara tertua yang digunakan diyunani kuno).
4.    Rotasi memiliki tujuan mencegah terjadinya dominasi jabatan dari kelompok-kelompok yang berkuasa maka perlu adanya pergantian secara periode dalam jabatan-jabatan politik.
5.    Perebutan kekuasaan dengan menggunakan atau mengancam dengan kekerasan.Cara ini tidak patut dicontoh karena untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah harus melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji karena kita telah dididik dengan baik dan harus menerapkan teknik-teknik yang baik pula dalam berpolitik.
6.    Petronag artinya suatau jabatan dapat dibeli dengan mudah melalui relasi-relasi terdekat.Petronag masih memiliki keterkaitanya dengan budaya korupsi.
7.    Koopsi(pemilihan anggota-anggota baru)artinya memasukan orang-orang atau anggota baru untuk menciptakan pemikiran yang baru sehingga membawa suatu partai pada visi dan misi yang ditujunya.

2.3 Kasus Rekruitmen Politik (Aly, Bachtiar Prof Dr,2012)
Belum pernah dalam sejarah Indonesia merdeka, kredibilitas pemimpin dan elit bangsa terpuruk seperti sekarang. Pemimpin puncak hingga level paling bawah mengalami krisis kepercayaan. Mereka hilang wibawa. Legitimasinya melemah. Ucapannya sering jadi bulan-bulanan dan olok-olok. Lebih lagi, dicap munafik tak tahu diri.
Elit bangsa digugat dan dianggap tak peka derita rakyat. Sibuk mengurus dan memperkaya diri. Kasus-kasus yang melibatkan segelintir anggota DPR daerah dan pusat membuat kita mengurut dada. Ulah ini bikin berang. Lihatlah urusan rehabilitasi gedung, pengadaan peralatan kantor, hingga toilet mewah. Biayanya mengalahkan common sense. Mereka pun saling tuding. Tak ada yang mau tanggung jawab sampai diadukan ke KPK.
Meski masih tebang pilih soal KKN, elan reformasi terus menerjang. Ada yang kapok dan insaf setelah masuk bui. Tapi orang kini tak terlalu takut dipenjara. Yang ditakuti, kalau terjerat tak siap bekal. Tanpa uang pasti susah di penjara. Kalau ada teman solider besuk, justru jadi perkara karena harus bayar sipir.
Yang kreatif menyusun disertasi atau menulis novel. Jeruji besi tak mereduksi impian mereka untuk berkarya. Penjara tak boleh mengamputasi imajinasi dan mimpi insani. Inilah hakikat campus (sebutan lain bui) bagi yang masih menyisakan sense of humor. Heinrich Boll, pemenang nobel sastra mengingatkan, tak mudah menghapus memori kelam di hotel prodeo. Mari kita bantu rehabilitasi dan reintegrasi mereka sebagai anak bangsa.
Setiap hari media massa kita menyajikan berita miris seperti kekerasan, perkosaan, kemiskinan, dan ketidakadilan. Ya, rangkaian protes dan demo masyarakat di berbagai daerah telah menyulut kerisauan. Tapi pendemo brutal yang mengganggu ketentraman umum tak boleh ditoleransi. Aparat keamanan, bertindaklah profesional dan proporsional, tapi hindari jatuh korban nyawa.
Jajaran pimpinan nasional hingga daerah kini terus didemo, didamprat, dimaki. Sumpah serapah jadi lumrah. Pamor pemerintah rontok ke titik nadir. Pemimpin dituding tidak kredibel.
Orang muda muncul ke tampuk kuasa, tapi tak tahan godaan harta, wanita, dan mahkota. Cepat puas diri. Mereka pun korup, narsis, dan calon menghuni penjara. Belum lagi neraka mengejarnya. Rasanya tak ada yang dapat diandalkan.
Masyarakat mulai frustasi dan masa bodoh. Yang berang main hakim sendiri.
Celakanya, pejabat negara tak tanggap dan tak sigap mencari solusi. Masyarakat pun menempuh jalannya sendiri, seperti hilang pegangan dan harapan. Seharusnya pejabat legislatif, eksekutif, dan yudikatif mempertanggungjawabkan kinerjanya. Juga memperlihatkan sikap terbuka yang jujur, adil, dan jauh dari kemunafikan. Di sisi lain, demokratisasi telah memberi masyarakat peran lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan. Mereka tak mau lagi dijadikan sekadar embel-embel. Hak masyarakat harus diberdayakan untuk memenuhi hajat hidup di semua lini, termasuk hak politik. Saat masyarakat terlibat dalam proses demokrasi, peran dan fungsi parpol jadi sangat relevan.
Dalam sistem yang mengedepankan demokrasi, parpol menempati posisi strategis. Persoalannya, isi benak elit politik kadangkala sulit dipahami. Komunikasi politik elit kita seperti tak terjangkau, mengalami distorsi, bahkan senjang. Saat LSM menuding studi banding memboroskan uang negara dari hasil negosiasi meminta-minta, wakil rakyat malah emosi ketimbang mengklarifikasi. Manusia semestinya mampu mengontrol daya emosi dan pikirnya.
Ini tak boleh dibiarkan. Kita harus bersuara. Manfaatkan berbagai forum dengan bijak. Pejuang restorasi dan pembaharu harus tetap kritis. Pertajam intellectual honesty dan asah kualitas empati. Situasi makin tak tentu saat masyarakat dituding kurang paham agenda dan obsesi penguasa. Tampaknya komunikasi politik sudah korslet, ribet, dan sulit dimengerti.
David Easton mencatat komunikasi politik sebagai sejumlah/seperangkat interaksi yang diabstraksi dari totalitas social behavior, dengan caranya masingmasing mempengaruhi dan menguasai masyarakat dengan gagasan yang dimiliki. Aktivitas ini mampu mengikat semua komponen bangsa dengan sanksi dan kompensasi yang disepakati
Saatnya kita kontemplasi dan muhasabah (introspeksi) soal bagaimana keluar dari kemelut dan masalah kompleks ini. Elit politik harus mawas diri. Pengambil keputusan jangan ragu bertindak untuk kepentingan yang lebih besar.
Saudaraku, Presiden, jangan terbelenggu urusan internal partai belaka. Apalagi terlilit urusan citra. Bertindaklah cepat, arif bijaksana, dan percaya diri. Bukankah Anda mendapat mandat langsung dari rakyat? Gunakanlah dengan tepat, sekarang juga![]
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
          Rekruitmen politik adalah suatu proses penyeleksian individu untuk diletekan pada peranan-peranan politik yang penting didalam suatu negara.Peranan-peranan penting ini bukan sembarang orang dapat mendudukinya karena orang-orang didalamnya menentukan maju-mundurnya suatu negara.Maka didalam rekruitmen politk haruslah benar-benar mencari orang-orang yang memiliki skill dan kapasitas yang mamksimal karena ia kan mengemban tugas yang menyangkut masadepan suatu negara.
Didalam rekruitmen politik tidak menutup kemungkinan para calon-calonya melakukan teknik-teknik yang curang seperti: perebutan kekuasaan dengan menggunakan atau mengancam dengan kekerasan, Petronag,dll.
Cara-cara curang inilah yang mestinya harus dihindari karena dapat menghancurkan negara.Apabila jabatan disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan tidak memiliki kemampuan untuk memimpin maka hancurlah masa depan suatu negara.

3.2 Saran-Saran
            Dari permasalahan di atas maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
  1. Pemerintah selaku regulator untuk lebih memperketat proses rekrutmen anggota dewan sehingga diharapkan anggota dewan yang terpilih lebih kredibilitas.
  2. Masyarakat harus bersikap kritis terhadap mekanisme dan kredibilitas anggota dewan agar terpilih anggota dewan yang sesuai dan pro terhadap masyarakat

Budaya yang baik adalah budaya yang meninggalkan komentar..

Tinggalkan kritik dan saran ya..


Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Jurnal / Lain-lain dengan judul REKRUTMEN POLITIK DI NEGARA INDONESIA. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://pajaksolusi.blogspot.com/2013/06/rekrutmen-politik-di-negara-indonesia.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Rabu, 12 Juni 2013

1 Komentar untuk "REKRUTMEN POLITIK DI NEGARA INDONESIA"

  1. Jakarta, Aktual.com — Guru besar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional Partai Keadilan Sejahtera ke-4 di Depok, Jawa Barat, Senin (14/9). Jimly yang kini menjabat sebagai Ketua DKPP datang sebagai tamu pejabat negara.

    Nah, dalam kesempatan itu, Jimly menyinggung beberapa anggota masyarakat seakan tidak pernah kapok membuat partai politik? Apa maksudnya…

    BACA SELENGKAPNYA DI :

    Kenapa Orang Indonesia Tidak Kapok Bikin Parpol?

    BalasHapus